Minggu, 27 Desember 2009

Kujang : Masihkah Orang Sunda mengenalnya ?

 Kujang, Bujang, Ujang  Kijang, Kajang…apalagi ya….? ah sudahlah, lieuur (pusing)  kalau mau disebutkan satu..satu kata-kata yang mirip dengan kata “Kujang“. Okelah kalau begitu..mari kita fokus membicarakan “Kujang”.

Tulisan ini terinspirasi oleh wawancara yang dilakukan siswa SMA YPHB Bogor (entah siapa namanya) saya tidak mengenal namanya karena saya tidak mengajar mereka (kelas 10) tapi mereka mengenal saya.. hehehe….
Awalnya Seorang Guru Baahasa Sunda SMA YPHB yaitu Pak Djasepudin kalau panggilan tenarnya pak Djajas sedang memberikan latihan wawancara dan menulis berita kepada  anak-anak kelas 10 tersebut. Maklum Pak Djajas adalah seorang penulis juga, tulisannya sering di muat di Koran-koran  khususnya koran Jawa Barat seperti Pikiran Rakyat, Radar bogor dan masih banyak lagi. mungkin Pak Djajas ingin menularkan ilmunya kepada anak-anak. Inilah rasa Tanggungjawab moral seorang guru yang sebenarnya.. membagi ilmu kepada anak-anak di luar jam belajar
Singkat cerita saya diwawancara oleh anak-anak tersebut seputar “Kujang”. saya coba jawab semampu saya dan sepanjang pengetahuan saya tentang kujang. Satu-persatu pertanyaan saya jawab dengan (mungkin) cukup baik hehehe. tiba Pada pertanyaan terakhir… Si anak bertanya : ” Bapak …sejauh mana Bapak mengetahui ada berapa bentuk Kujang? Bleng……(Blank… (blank), saya menyerah di pertanyaan ini, lalu saya balik bertanya   memangnya kujang banyak bentuknya ya ?
Ternyata sodara-sodara, sebagai orang sunda, merasa nyunda, saya prihatin dengan diri sendiri, sepanjang hidup sebagai orang Sunda saya kira.. saya lebih tahu dari teman-teman saya perihal Kujang…hmm..nyatanya…apa yang saya ketahui gak cuma seujung kuku…tapi sangat  teramat sedikit…
okelah kalo begitu…. setelah kejadian wawancara tersebut saya mencoba belajar lagi mengenai Pusaka/ senjata karuhun Sunda ini….mari bersama-sama kita belajar, mengenal, memahami dan menyelami nilai-nilai yang terkandung dalam senjata pusaka masyarakat sunda ini….
Dalam wilayah Nusantara KUJANG dikenal sebagai senjata khas atau senjata tradisional orang Sunda (Jawa Barat) yang memiliki nilai Sakral dan magis.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi. Manusia yang sempurna dihadapan Allah dan mempunyai derajat Ma’rifat yang tinggi. Pantas ageman (agama) Kujang menjadi icon Prabu Siliwangi. Sebagai Raja yang tidak terkalahkan.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu, 1904 : 405-406)
Sedangkan Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.(Sumber : Wikipedia)
Zaman sudah jauh berkembang, Kini Kujang telah mengalami pergeseran fungsi, dari sebagai alat berladang, senjata untuk bertahan, kini kujang hanya sebagai simbol dan bernilai sakral. masyarakat sunda lebih memiliki kujang sebagai asesoris/ penghias dinding rumah di ruang tamu, atau hanya sebagai simbol pada upacara-upacara adat (ini pun sudah sangat jarang.
BENTUK-BENTUK KUJANG.
Ternyata kujang memiliki bentuk yang tidak sama, ini berhubungan dengan fungsi dan nilai kujang masing masing bentuk, diantaranya…
Dalam Pantun Bogor yang di tuturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain :
1.Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan)
2. Kujang Pakarang (untuk berperang)
3. Kujang Pangarak (sebagai alat upacara)
4. Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).

Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut
1. Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan)

2. Kujang Ciung (menyerupai burung ciung)
3. Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango)
4. Kujang Badak (menyerupai badak)
5. Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga)
6. Kujang Bangkong (menyerupai katak).
Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.