Kujang, Bujang, Ujang Kijang, Kajang…apalagi ya….? ah sudahlah, lieuur (pusing) kalau mau disebutkan satu..satu kata-kata yang mirip dengan kata “Kujang“. Okelah kalau begitu..mari kita fokus membicarakan “Kujang”.
Tulisan ini
terinspirasi oleh wawancara yang dilakukan siswa SMA YPHB Bogor (entah
siapa namanya) saya tidak mengenal namanya karena saya tidak mengajar
mereka (kelas 10) tapi mereka mengenal saya.. hehehe….
Awalnya Seorang Guru Baahasa Sunda SMA
YPHB yaitu Pak Djasepudin kalau panggilan tenarnya pak Djajas sedang
memberikan latihan wawancara dan menulis berita kepada anak-anak kelas
10 tersebut. Maklum Pak Djajas adalah seorang penulis juga, tulisannya
sering di muat di Koran-koran khususnya koran Jawa Barat seperti
Pikiran Rakyat, Radar bogor dan masih banyak lagi. mungkin Pak Djajas
ingin menularkan ilmunya kepada anak-anak. Inilah rasa Tanggungjawab
moral seorang guru yang sebenarnya.. membagi ilmu kepada anak-anak di
luar jam belajar
Singkat
cerita saya diwawancara oleh anak-anak tersebut seputar “Kujang”. saya
coba jawab semampu saya dan sepanjang pengetahuan saya tentang kujang.
Satu-persatu pertanyaan saya jawab dengan (mungkin) cukup baik hehehe.
tiba Pada pertanyaan terakhir… Si anak bertanya : ” Bapak …sejauh mana
Bapak mengetahui ada berapa bentuk Kujang? Bleng……(Blank… (blank), saya
menyerah di pertanyaan ini, lalu saya balik bertanya memangnya kujang
banyak bentuknya ya ?
Ternyata
sodara-sodara, sebagai orang sunda, merasa nyunda, saya prihatin dengan
diri sendiri, sepanjang hidup sebagai orang Sunda saya kira.. saya lebih
tahu dari teman-teman saya perihal Kujang…hmm..nyatanya…apa yang saya
ketahui gak cuma seujung kuku…tapi sangat teramat sedikit…
okelah kalo
begitu…. setelah kejadian wawancara tersebut saya mencoba belajar lagi
mengenai Pusaka/ senjata karuhun Sunda ini….mari bersama-sama kita
belajar, mengenal, memahami dan menyelami nilai-nilai yang terkandung
dalam senjata pusaka masyarakat sunda ini….
Dalam
wilayah Nusantara KUJANG dikenal sebagai senjata khas atau senjata
tradisional orang Sunda (Jawa Barat) yang memiliki nilai Sakral dan
magis.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi. Manusia yang sempurna dihadapan Allah dan mempunyai derajat Ma’rifat yang tinggi. Pantas ageman (agama) Kujang menjadi icon Prabu Siliwangi. Sebagai Raja yang tidak terkalahkan.
Kudi
diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai
kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk
menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga
disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari
bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di
dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur (Hazeu,
1904 : 405-406)
Sedangkan
Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa
mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan
di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang
tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan
“Dewa bakti di Hyang”.
Secara
umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan
tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah
senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang
sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang
atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya,
Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang
organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula
sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya
dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian.
Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng
Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa
daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat
pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.(Sumber : Wikipedia)
Zaman sudah
jauh berkembang, Kini Kujang telah mengalami pergeseran fungsi, dari
sebagai alat berladang, senjata untuk bertahan, kini kujang hanya
sebagai simbol dan bernilai sakral. masyarakat sunda lebih memiliki
kujang sebagai asesoris/ penghias dinding rumah di ruang tamu, atau
hanya sebagai simbol pada upacara-upacara adat (ini pun sudah sangat
jarang.
BENTUK-BENTUK KUJANG.
Ternyata
kujang memiliki bentuk yang tidak sama, ini berhubungan dengan fungsi
dan nilai kujang masing masing bentuk, diantaranya…
Dalam Pantun
Bogor yang di tuturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki
beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat
antara lain :
1.Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan)
2. Kujang Pakarang (untuk berperang)
3. Kujang Pangarak (sebagai alat upacara)
4. Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang).
Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut
1. Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan)
2. Kujang Ciung (menyerupai burung ciung)
3. Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango)
4. Kujang Badak (menyerupai badak)
5. Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga)
6. Kujang Bangkong (menyerupai katak).
Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar